PDHI BANTEN I

PDHI BANTEN I

SELAMAT DATANG,
FORUM
PERHIMPUNAN DOKTER HEWAN WILAYAH SERANG, CILEGON, PANDEGLANG DAN LEBAK.

Minggu, 19 Juni 2011

PEDOMAN PENANGGULANGAN WABAH PENYAKIT HEWAN MENULAR RADANG LIMPA PADA RUMINANSIA

LAMPIRAN I : KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BINA PRODUKSI PETERNAKAN
NOMOR : 101/Kpts/PD.610/F/10/04
TANGGAL : 28 Oktober 2004

TENTANG : PEDOMAN PENANGGULANGAN WABAH PENYAKIT HEWAN
MENULAR RADANG LIMPA PADA RUMINANSIA (ANTHRAX) DI
KABUPATEN BOGOR

PEDOMAN PENANGGULANGAN WABAH PENYAKIT HEWAN MENULAR
RADANG LIMPA PADA RUMINANSIA (ANTHRAX) DI KABUPATEN BOGOR

Dalam rangka melaksanakan program penanggulangan wabah penyakit hewan menular radang limpa pada ruminansia (anthrax) di Kabupaten Bogor secara terprogram, berkesinambungan, dapat dipertanggung jawabkan secara teknis dan dilaksanakan secara terkoordinasi dengan seluruh instansi terkait, maka program dimaksud dapat dijabarkan dalam bentuk kegiatan-kegiatan yang dikelompokkan kedalam 2 (dua) aspek yaitu aspek teknis dan aspek sosio - ekonomi.

1. Aspek Teknis :
(1). Penutupan Wilayah (Isolasi Desa)
Untuk mencegah makin menyebarnya spora kuman anthrax dari daerah tertular ke daerah lainnya, maka akan dilakukan penutupan wilayah terhadap lalu lintas keluar dan masuk ternak ruminansia dengan Keputusan Bupati Bogor. Penutupan atau isolasi wilayah dilakukan dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan terhadap seluruh wilayah kecamatan Babakan Madang termasuk Desa Citaringgul. Untuk daerahdaerah kecamatan selain Kecamatan Babakan Madang dilakukan pengawasan secara ketat terhadap lalu lintas terhadap hewan, bahan asal hewan maupun hasil bahan asal hewan, yaitu hanya ternak sehat saja yang dapat dilalu lintaskan yang dibuktikan dengan adanya Surat Keterangan Kesehatan dari Dokter Hewan yang berwenang.
(2). Pembentukan Tim Penanggulangan Wabah dan Pembentukan Pos Komando (Posko) Di Tingkat Pusat, Propinsi dan Kabupaten
Pembentukan Tim Penanggulangan Wabah :
a. Tingkat Pusat, keanggotaannya terdiri dari unsur Departemen Pertanian yaitu dari unsur Ditjen Bina Produksi Peternakan, Badan Karantina Pertanian, Badan Litbang Pertanian dan Ditjen Bina Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian serta unsur Departemen Kesehatan yaitu Ditjen Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan yang dituangkan dalam Keputusan Direktur Jenderal Bina Produksi Peternakan.
b. Tingkat Daerah (Propinsi Jawa Barat dan Kabupaten Bogor), keanggotaannya terdiri dari unsur Dinas Peternakan, Dinas Kesehatan dan unsur-unsur dari Pemerintah Daerah yang dituangkan dalam Keputusan
Gubernur Jawa Barat dan Keputusan Bupati Bogor.
Pos Komando (Posko) :
a. Di tingkat Kabupaten Bogor akan didukung dengan keberadaan 4 (empat) orang tenaga dokter hewan dan 4 (empat) orang petugas paramedis yang bekerja secara bergiliran pada setiap hari jam kerja. Pada Posko tingkat Kabupaten Bogor ini akan ditempatkan juga secara bergiliran 1 (satu) orang tenaga Dokter Hewan dari Direktorat Kesehatan Hewan/Direktorat Kesehatan Masyarakat Veteriner, Direktorat Jenderal Bina Produksi  Peternakan.
b. Di tingkat desa , akan dibentuk 5 (lima) buah Posko di desa-desa endemis anthrax yaitu Desa Hambalang, Kecamatan Citeureup, Desa Karadenan, Kecamatan Cibinong, Desa Kadumanggu, Desa Karang Tengah dan Desa Citaringgul yang kesemuanya termasuk wilayah Kecamatan Babakan Madang . Setiap Posko akan ditempatkan tenaga 1 (satu) orang Dokter Hewan dan 2 (dua) orang paramedis yang bekerja secara bergiliran.
(3). Peningkatan Sistim Peringatan Dini (Early Warning System).
Dalam rangka mengingatkan kembali dan meningkatkan sistim pelaporan secara dini yang telah ada, sehingga dapat diketahui lebih awal kejadian suatu kasus penyakit, maka akan dikeluarkan surat Direktur Jenderal Bina Produksi Peternakan yang merujuk Keputusan Menteri Pertanian Nomor 487/Kpts/Um/6/1981 tentang Pencegahan, Pemberantasan dan Pengobatan Penyakit Hewan Menular, yaitu bahwa : 
a. Setiap pemilik hewan atau peternak yang mengetahui atau menduga adanya penyakit hewan menular pada hewannya, harus melaporkannya kepada Dinas Peternakan dan Pejabat Pamong Praja setempat. Untuk hal ini akan dipersiapkan format pelaporan yang harus diisi oleh petugas teknis kabupaten/kota yang berwenang,
b. Dokter Hewan yang bekerja sesuai dengan bidang profesinya, yang menemukan penyakit hewan menular atau gejala persangkaan adanya penyakit hewan menular, wajib dengan segera selambat-lambatnya dalam waktu 24 jam memberitahukan kepada Dokter Hewan berwenang/Kepala Dinas Peternakan setempat.
(4). Pelaksanaan Peningkatan Kesadaran Masyarakat (Public Awareness)
Untuk meningkatkan kesadaran masyarakat khususnya tentang peraturan, norma, kaidah dan hal-hal lain yang berkaitan dengan aspek kesehatan, aspek peternakan khususnya cara beternak, penyakit hewan, pemotongan hewan dan penanganan daging, hygiene-sanitasi akan dilakukan program penyuluhan. Program ini akan dikoordinasikan dengan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Dalam program ini Pemerintah lebih banyak akan berperan sebagai fasilitator sedangkan pelaksanaan penyuluhannya secara rutin akan dilakukan melalui tokohtokoh/pemuka masyarakat/agama, Lembaga Sosial Masyarakat (LSM) melalui pendekatan partisipatif.
(5). Pelaksanaan Vaksinasi Massal
a. Pelaksanaan vaksinasi secara massal akan mulai dilaksanakan pada hari Kamis, tanggal 28 Oktober 2004 oleh Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor yang dibantu oleh tenaga mahasiswa Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor (IPB) dan Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia (PDHI), yang dilaksanakan terhadap seluruh ternak ruminansia (sapi, kerbau, kambing, domba) yang ada di 9 (sembilan) kecamatan endemis anthrax di Kabupaten Bogor yaitu Kecamatan Cibinong, Sukaraja, Citeureup, Babakan Madang, Cileungsi, Kelapanunggal, Sukamakmur, Jonggol dan Bojong Gede yang dimulai dengan penyisiran terhadap ternak-ternak yang belum tervaksin pada saat pelaksanaan vaksinasi bulan Agustus 2004.
b. Target ternak yang akan divaksinasi anthrax adalah 78.000 ekor dan vaksin anthrax yang dibutuhkan dan beaya operasional vaksinasinya sebesar Rp. 2000,- per ekor telah disediakan oleh Dinas Peternakan Propinsi Jawa Barat dan kekurangan terhadap kebutuhan vaksin akan dipenuhi oleh Direktorat Jenderal Bina Produksi Peternakan.
c. Untuk menghindari adanya anafilaktik shock setelah vaksinasi, maka operasional vaksinasi dilaksanakan secara bertahap dengan selang waktu kurang lebih 1 jam yaitu 0,2 cc sub kutan dan selang 1 jam diulang dengan dosis 0.3 cc.
d. Pemeriksaan mengenai kekebalan yang ditimbulkan oleh vaksinasi yang berupa pengambilan serum sebelum dan sesudah vaksinasi akan dilakukan oleh Balai Besar Veteriner Yogyakarta dan Balai Penelitian Veteriner Bogor.
(6). Pelaksanaan Isolasi Kuman Anthrax Dalam Rangka Pemetaan Gen (Gen Mapping) dan Peningkatan Mutu Vaksin Dalam rangka melengkapi isolat kuman anthrax yang telah ada di Balai penelitian Veteriner (Balitvet), maka Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian cq. Balai Penelitian Veteriner akan mengadakan isolasi dari kuman anthrax yang ada di Desa Citaringgul, Kecamatan Babakan Madang untuk melengkapi 20 jenis isolat anthrax yang telah ada dan digunakan untuk pemetaan gen “Gen Mapping”
dan peningkatan mutu vaksin Anthrax.
(7). Pengawasan Pemotongan Hewan dan Peredaran Daging Serta Penerapan Peraturan Bidang Kesmavet
a. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 22 tahun 1983 tentang Kesehatan Masyarakat Veteriner, bahwa memotong hewan harus dilakukan di Rumah Pemotongan Hewan (RPH) atau Tempat Pemotongan Hewan (TPH) yang ditunjuk serta setiap orang dilarang mengedarkan daging yang tidak berasal dari RPH. Barang siapa melanggar ketentuan tersebut dapat dipidana dengan pidana kurungan selama 6 bulan. Pemerintah Kabupaten Bogor juga telah mempunyai Peraturan Daerah yang mengatur pemotongan hewan, namun pelaksanaannya masih banyak menemui kendala.
b. Adanya ketentuan tersebut akan disosialisasikan kepada masyarakat melalui bentuk-bentuk penyuluhan yang terprogram.
c. Dalam jangka panjang infra struktur dalam bidang kesehatan masyarakat veteriner khususnya dalam bidang pemotongan hewan dan penanganan daging yaitu Rumah Pemotongan Hewan /Tempat Pemotongan Hewan,
sarana angkutan daging, los penjualan daging dan lain-lain akan diperbaiki secara bertahap.
(8). Prosedur Penanaganan Ternak Sakit dan Ternak Mati Akibat Anthrax
Untuk meningkatkan kemampuan para petugas kesehatan hewan dalam penanganan ternak yang sakit dan yang mati akibat penyakit anthrax, akan dilakukan pelatihan-pelatihan teknis khususnya mengenai prosedur dan tatacara penanganan hewan sakit dan hewan mati serta pengambilan dan pengiriman sampel ke laboratorium kepada petugas kesehatan hewan khususnya di Kabupaten dan Kota Bogor. Pelatihan akan diselenggarakan oleh Balai Penelitian Veteriner Bogor pada akhir bulan Nopember 2004.
(9). Kompensasi
Dalam rangka mengurangi kerugian yang diderita para peternak akibat ternak tindakan pencegahan, pengendalian dan pemberantasan penyakit hewan menular khususnya anthrax di Kabupaten Bogor, Akan dilakukan pembayaran kompensasi. Kompensasi dilakukan terhadap :
a. Ternak yang dimusnahkan untuk mencegah penyebaran penyakit. Khusus terhadap sejumlah ekor kambing yang telah dimusnahkan, sudah dibayarkan kepada masyarakat peternak oleh Pemerintah Kabupaten Bogor.
b. Ternak yang mati akibat anafilaktif shock setelah dilakukan vaksinasi. Dari pengalaman menunjukkan kasus kematian ini tidak lebih dari 1% dari total ternak yang dilakukan vaksinasi.
c. Ternak yang akan dimusnahkan dikemudian hari, apabila terdapat kasus anthrax baru.
(10). Pengawasan Lalu Lintas Hewan dan Produk Hewan
Untuk mencegah menyebarnya penyakit anthrax dari daerah endemis ke daerah lain, maka akan dilakukan peningkatan pengawasan terhadap lalu lintas hewan dan produknya khususnya yang akan keluar dari daerah endemis anthrax berkoordinasi dengan pihak Kepolisian RI (Polri) dan pihak karantina hewan.
Hanya hewan yang sehat yang dinyatakan/disertai Surat Keterangan Kesehatan Hewan yang dikeluarkan oleh dokter hewan berwenang saja yang diizinkan dapat di lalu lintaskan. Untuk itu sekaligus ditetapkan pula  bahwa selama berjangkitnya kejadian luar biasa (KLB) anthrax, tidak dilakukan penetapan Instalasi  karantina Hewan Sementara (IKHS) oleh pihak karantina hewan di daerah-daerah endemis.
(11). Koordinasi Dengan Instansi terkait
a. Mengingat penyakit anthrax ini adalah salah satu penyakit hewan yang bersifat zoonosis, maka dalam program penanggulangan ini harus dilaksanakan secara terpadu dengan melibatkan semua instansi terkait,
yaitu sektor kesehatan, sektor peternakan dan jajaran pemerintah daerah. Departemen Kesehatan akan mengkoordinir perbaikan Surat Keputusan Bersama antara Menteri Kesehatan, Menteri Pertanian dan Menteri Dalam Negeri tahun 1978 yang hanya spesifik koordinasi dalam pencegahan dan pemberantasan rabies, akan dikembangkan menjadi koordinasi dalam bidang penyakit zoonosis secara keseluruhan.
b Akan dilakukan pertemuan secara reguler antara unsur-unsur Departemen Pertanian dengan unsur-unsur Departemen Kesehatan setiap bulan di tingkat pusat yang diikuti dengan pertemuan serupa di daerah endemis
anthrax lainnya.

2. Aspek Sosio Ekonomi:
(12). Penataan Tata Ruang
Untuk memperbaiki letak tata ruang di daerah pedesaan dimana rumah penduduk berdekatan bahkan menyatu dengan kandang ternak sehingga dapat mengganggu kesehatan masyarakat, maka diperlukan perbaikan atau penataan kembali tata ruang khususnya di Desa Citaringgul. Dalam jangka pendek maka yang dapat dilakukan adalah pembentukan kelompok-kelompok peternak kambing/domba di daerah endemis anthrax, sehingga aspek manajemen beternak terutama manajemen kesehatan hewan dapat dikoordinir oleh kelompok. Untuk itu diperlukan penyuluhan-penyuluhan sehingga para peternak mengetahui manfaat dari pembentukan kelompok tersebut. Dalam jangka panjang akan dilakukan pula penyuluhan secara berkelanjutan tentang perlunya merubah sistim budidaya ternak di daerah endemis anthrax antara lain pembentukan kandang koloni, pengadaan pakan yang aman dan tidak menjadi sumber penyakit
(13). Pemulihan Usaha
Untuk memulihkan kembali dan bahkan meningkatkan usaha peternakan di daerah endemis anthrax , maka diperlukan dukungan pendanaan yang dapat berasal dari kredit mudah melalui perbankan (kredit ketahanan
pangan) maupun sumber lainnya. Untuk itu Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian bekerjasama dengan Direktorat Pengembangan Peternakan, Direktorat Jenderal Bina Produksi Peternakan akan mengadakan kajian terlebih dahulu, yang nantinya akan dijadikan rekomendasi dalam rangka pemulihan usaha. Pelaksanaan langkah-langkah kegiatan dari program penanggulangan anthrax di Kabupaten Bogor yang dilakukan secara terkoordinir antara unsur-unsur dalam Departemen Pertanian, Departemen Kesehatan dan Pemerintah Propinsi Jawa Barat dan Pemerintah Kabupaten Bogor tersebut, dijabarkan kedalam rencana kerja (action plan) sebagaimana tercantum dalam Lampiran –2 Keputusan ini.


Direktur Jenderal Bina Produksi Peternakan
Drh. H.R, WASITO,MSc.,Ph.D
NIP. 130.703.606

Sumber : Deptan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar